Semilir angin yang berhembus, membawa serta doamu.
Sebagiannya yang bosan karena selalu nama itu yang kamu
titipkan, mengerutu padaku. “Apakah tidak bisa kamu berjalan sendiri sembari
menjajaki dengan yang lain?” umpatnya dengan kesal.
Hari ini aku melihatmu, termenung dibawah temaram lampu
jalanan.
Kamu bersama motor tua itu lagi, masih dengan jok
belakang tak bertuan.
Kamu merunduk, entah apa yang ada dalam pikiranmu,
mungkin lagi-lagi dia.
***
Matahari terik sekali siang ini, tetapi akan berbanding
terbalik sore nanti. Biasanya sih begitu.
Di dalam angkutan umum yang gemar sekali berhenti, aku
melihatmu lagi.
Masih dengan raut wajah yang sama. Aku ingin mengenalmu
lebih dekat, jika bisa.
Kamu melaju dengan kecepatan penuh, aku tak berdaya. Serupa
dengan rasa yang diam-diam menyelinap di dalam hatiku.
Seorang teman yang mengenalmu bercerita padaku, tentang
semua hal yang telah kamu lalui.
Tentang dia yang mengecewakanmu. Aku turut prihatin.
“Namanya Dirga,” Alin mengagetkanku yang masih mengikuti
jejakmu yang tak bersisa.
Ah, aku malu. Bagaimana Alin tahu yang aku perhatikan.
“Eh, iya lin. Gue udah tau, kan waktu itu lu yang kasih
tau,” aku menjawab dengan gugup.
Alin tertawa meledek.
***
Pertemuan kita selalu berulang, meski kamu tidak
menyadarinya.
Aku bosan melihatmu dalam keadaan yang sama. Ingin aku
menelisik lebih dalam, menyentuh hatimu dan jika diizinkan, menyembuhkan
lukamu.
Dengan ragu, aku selipkan sebuah kertas di sebuah tempat
yang tidak pernah absen kamu kunjungi.
***
Kamu tersenyum membaca aksara yang tersusun mengambarkan
perasaanku, sekaligus kaget dengan sapaanku, “hai, aku shena,”
ejjiiiieeeeehhhhh :D udah sih langsung ajah tembak abang uhhhuk batuk salah 3 kali
BalasHapusih apaan coba, siapa dia. huh
Hapus