Selasa, 15 November 2011

LimaBelas November

Enggan aku bilang umurku bertambah. 
Aku pikir hari ini dan setiap harinya umurku mengurang dan terus berkurang. Aku belum mapan untuk dibilang dewasa. Sikapku, caraku menyelesaikan masalah yang tak henti menggilirku, menguji kesabaranku. Aku mau menangis, boleh?

Biar saja aku disini sendiri, mencurahkan semuanya langsung padaMu. Tidak, tidak aku sangsikan keberadaan mereka. Semuanya tetap berarti pada porsinya, bahkan orang orang yang sulit ku gapai.
Aku terhenti di batas senja, berusaha memaksa ingatanku mengulang yang telah terjadi. Apa yang masih jadi pekerjaan rumahku, apa yang masih harus aku benahi dan apa apa lainnya.
Aku tercengang, bolehlah aku pinta waktu lenggang untuk menyelesaikan ini Tuhan?

Setiap kebahagian selalu berselimut tangisan. Tapi hari ini, kali ini, tangisan itu bukan menyelimuti bahagia. Dia berdiri sendiri dalam rasa yang berbeda. Terima kasih untuk semuanya yang memberi pernak pernik dihariku.

Jumat, 11 November 2011

Special For my sweet assisten

hari ini tanggal bagus. banyak sekali orang yang berharap dunia akan seindah tanggal ini. 11.11.11. hari ini juga spesial buat lu. gue juga yakin suatu saat lu bakal liat thread ini. cuma mau ngejelasin, sengaja gak ngucapin tepat pkl 00.00 karna emg mau ngasih surprise siang nanti :D SELAMAT ULANG TAHUN LUTHFIA RACHMI cuma gengsi buat blg takut kalo lu resign :p semoga harapan yg udah lu susun terwujud. amin berkurang ya camennya \(‘o’ )/

Kamis, 03 November 2011

Terlambat Menyadari


Hari itu aneh, belum habis kekesalanku karena “Meo” sahabatku yang setia menemaniku kuliah masuk “rumah sakit”, aku malah bertemu dengan pria aneh saat aku memarkir “beatom” di pelataran rumah. Pria itu berperawakan pendek, berkulit sawo matang dan memakai pakaian yang membuat dahi mengernyit serta mata memicing. Pakaiannya begitu ‘ramai’ dengan butiran-butiran hiasan bertuliskan AR. Entah apa artinya, mungkin singkatan namanya atau mungkin kekasihnya. Namun belakangan aku tahu, AR itu bukan singkatan dari namanya. Ya sudahlah, mungkin itu nama singkatan kekasihnya. Aku tidak mau ambil pusing tentang itu. Apalagi aku sendiri sedang dikuasai oleh kemarahan yang bodoh.

Kemarahanku semakin menjadi-jadi, pria itu terus saja mengikutiku. Semakin aku menghindar maka semakin gencar juga ia membuka pembicaraan denganku. Huh, aku menyerah untuk menghindarinya. Dia semakin nekat saja. Dengan setengah hati, akhirnya aku meladeninya ngobrol. Namun, arah obrolannya semakin tidak aku pahami. Dia menceritakan sesuatu yang tak lazim dan sulit aku percayai.

Di suatu ketika, saat belum lama aku meresponnya, ia bercerita tentang pekerjaannya. Pekerjaan yang benar-benar tidak pernah aku tahu apalagi temui. Hanya darinyalah aku tahu bahwa ada pekerjaan semacam itu. Aneh. Aku kira, dia hanya seorang pemalas yang kerap aku temui saat makan dipinggir jalan. Mereka bercerita dan berharap dikasihani, setelah itu akan diberi uang. Tapi dia berbeda.

Semakin lama, keanehan itu mencair, aku semakin tertarik dengan ceritakannya. Ia bercerita tentang aku, masa aku masih jadi segumpal darah dalam ruang hangat penuh cinta. Aku tidak ingat itu, tapi dia? Dari mana dia tahu semua itu? Siapa dia? Dia saudaraku? Ah, aku semakin bingung dibuatnya.

Dia mulai bercerita lagi tentang profesinya, tentang peraturan-peraturan yang tertata rapi dalam kata-kata. Entah peraturan itu sama seperti peraturan-peraturan di negeriku yang tinggal raga tanpa nyawa pengamalannya, atau bahkan peraturan yang representative untuk dicontoh. Aku selalu bingung kalau mengingatnya, bayangkan saja, dia bilang di tempat asalnya telah dikeluarkan Surat Keputusan No. 89.799-XXII tahun 2,3 M tentang pembentukan Satuan Tugas Pengembalian Kepercayaan Dan Sakralitas Alam Rahim. Peraturan macam apa itu? Kemarahanku yang tadi memuncak berubah menjadi kebingungan yang ujungnya nanti jadi kegalauan. Biasa anak muda, apapun yang dialami pada akhirnya menjadi kegalauan.

Lebih jauh, dia menceritakan tentang urutan perkembanganku selama dalam kantung rahim Mama, bagaimana perjuangannya hingga aku bisa melihat dunia dan mengawalinya dengan tangisan. Dia tahu, aku bingung.

Mungkin dia sadar akan kebingunganku, tiba-tiba dia berkata. “Kamu memang gak bakal ingat, karena kamu lewat terowongan Vaghana pas lahir,” katanya.
“Terowongan Vaghana?” tanyaku spontan.
“Iya, terowongan dengan cairan kental yang membuat semua ingatanmu tentang alam rahim terhapus,” jawabnya dengan senyum.

Dia juga mengingatkanku tentang pria tua yang membawa buku besar, yang bertanya padaku saat masa peralihanku dari alam ruh ke alam rahim. Kira-kira usiaku empat bulan dalam kandungan waktu itu. Aku benar- benar lupa, tapi dia berusaha mengingatkanku. Katanya lelaki tua itu banyak bertanya padaku, bertanya tentang kesiapan dan janjiku yang harus patuh pada Raja Semesta dan peraturan yang telah dikukuhkan di Kerajaan Semesta. Sekuat apapun dia mengingatkanku, aku tetap tidak ingat. Namun, ada sesuatu dalam diriku yang mengamini penjelasan itu. Hal tersebut yang membuatku tetap bertahan diposisiku dan masih setia mendengar cerita pria itu.

Ceritanya terjeda, aku masuk ke dalam rumah untuk mengambil minum dan beberapa makanan untuk pria aneh tersebut. Seperti sudah tahu aku akan mengambilkannya minum, dia memesan kepadaku untuk menyuguhkan minuman berwarna yang dingin. “Hari ini terik sekali,” ujarnya memberi penjelasan tentang minuman yang dipilihnya.

Kembali dari warung, karena tidak ada minuman berwarna di rumahku, pria itu melanjutkan ceritanya. Panjang lebar dia bercerita tentangku, ya… tentangku. Aku masih heran, bagaimana dia bisa lebih tahu tentangku dibanding aku sendiri. Apa ini yang dinamakan krisis jati diri? Aku kurang mengerti masalah apa tadi itu yang aku bilang? Oh.. iya krisis jati diri. Aku kurang mengerti, nanti deh aku tanya-tanya sama temanku yang lebih mengerti itu.

Yang paling unik dari ceritanya adalah ketika dia bercerita bahwa aku pernah bertemu dengan Kucing Yang Bisa Berbicara, Ikan Mas Yang Bekerja Sebagai Koki, Amadeus, Aynu Si Gadis Buta Penunjuk Jalan, Professor Waktu, Mahavatara dan terakhir Nenek Olav. Semuanya begitu unik, apalagi pesan yang mereka sampaikan secara tersirat maupun tersurat.

Seperti Kucing yang bisa berbicara itu, dia mengajariku tentang tujuan hidup. Menyarankan padaku untuk selalu mempunyai rencana yang matang sebelum melakukan perjalanan, mengambil keputusan yang tepat. Atau ikan mas yang bekerja sebagai koki dengan menu andalannya paralea, dia meyakinkanku untuk selalu peka akan rasa. Karena menurutnya, dalam ukuran tertentu rasa yang enak dan awalnya jadi favorit bisa berubah menjadi rasa yang tidak enak.

Ada lagi, Amadeus sang komposer handal yang menghimbauku untuk selalu mendengarkan, menangkap makna dibalik suara-suara yang terdengar. Hhmm.. yang jadi favoritku memang si gadis buta penunjuk jalan itu, Aynu. Meskipun buta dia mampu menunjukkan jalan keluar dari labirin. Hebat bukan? Tapi yang lebih hebat lagi dia mengisyaratkan padaku untuk mematikan mata dan menyalakan hati.

Masih ada professor waktu yang memarahiku karena boros waktu, ya.. aku memang harus lebih hemat waktu. Kemudian Mahavatara, seorang yang tampan dan berwibawa yang mengajarkanku tentang budi pekerti. Yang terakhir Nenek Olav, dia mengoleksi Koran-koran hanya untuk melihat kabar baik di dalamnya. Meyakinkanku bahwa kebaikan akan selalu ‘menang’. Begitu pesan yang bisa aku tangkap dari cerita pria aneh tadi.
Pria aneh itu tetap semangat meskipun panas matahari membakar kulitnya yang memang sudah hitam. Dia meneruskan ceritanya, membuatku ingin berteriak dan menyesali kesia-siaan hidupku selama ini. Selain itu, membuatku bersyukur karena dilahirkan di tengah keluarga yang menginginkanku lahir di dunia.

Dia menceritakan tentang bayi-bayi yang tak berdosa yang karena keberadaannya tidak diinginkan maka dibunuh dengan cara diaborsi. Aku jadi merasa bersalah pada Mama, karena tiga hari lalu tega mendiamkannya hanya karena tubuh rentaku yang aku rusak sendiri dengan tidak dibolehkan istirahat. Maaf ya ma. Aku juga merasa bersalah pada Ayah, meskipun terlihat cuek dan tidak peduli, sebenarnya aku tahu dia sangat amat khawatir padaku. Aku jadi ingat pesan Ayah waktu aku sering pulang malam. “Kak, kalo pulang malam terus bannya bocor langsung pulang aja ya. Gak usah ditambal, takut ada yang ngawasin,” begitu katanya. Ah.. aku durhaka karena terlalu egois mengutamakan alasanku sendiri.

Tiba waktunya pria aneh itu menceritakan tentang kelahiranku, waktu itu hari jumat. Tepat usai para pria muslim menunaikan ibadah shalat jumat. Waktu pertaruhan antara hidup dan mati yang dialami Mama. Saatnya aku harus ucapkan selamat tinggal pada alam rahim, melewati terowongan Vaghana yang seketika menghilangkan ingatanku selama di alam rahim.

Raut muka pria itu sedih, dia bilang sendiri kalau dia sedih. Karena dengan menceritakan tentang kelahiran, itu artinya dia akan menamatkan ceritanya tentang alam rahim. Dengan kata lain, ia harus pamit dan tidak akan bertemu lagi dengan kliennya.

Dan saat itu tiba, dia telah usai bercerita tentang kelahiran. Setelah menghabiskan teguk minumannya yang terakhir, pria itu berpamitan dan tugasnya selesai. Dengan langkah yang terpincang-pincang dia mulai hilang dari pandanganku. Aku mengucapkan terimakasih atas cerita menariknya.

Kini, setelah beberapa hari pria itu tidak mendatangiku lagi, aku baru sadar. Jangan-jangan dia Dakka Madakka yang di ceritakan oleh juru dongeng Fahd. Perawakannya sama, ceritanya pun senada. Ya Tuhan.. aku terlambat menyadarinya. Ternyata dia adalah Dakka, si pengabar berita dari alam rahim. Maaf ya karena aku sempat sangsi pada ceritamu Tuan Dakka.


Dikutip dan disarikan dari Novel Rahim Karya Fahd Djibran.

Senin, 17 Oktober 2011

Jawaban


Mungkin ini hanya sedikit intermezzo dari kepenatan rutinitas saja. Tapi kini aku ingin membahana memperluas lagi angan-angan yang mungkin tidak pada tempatnya.
Hahahaha bolehlah aku atau bahkan kalian tertawa karenanya.
Dari sembilan mata kuliah yang harus aku jalani semester ini, entah mengapa hampir semuanya menanyakan “Cita-Cita”. Hal yang sangat familiar ditelinga, bahkan sejak duduk di sekolah dasar. Pertanyaan itu tidak perlu lagi aku pikirkan, hanya tinggal menjawabnya saja.
Tapi, ada keraguan saat ini yang hadir ketika pertanyaan itu dilayangkan padaku. Mungkin benar kata seorang teman yang mengejekku karena bingung dengan cita-citaku sendiri. “Suram hidup lu gak punya cita-cita.”
Bukan, bukan karena tak ada bayangan sedikitpun yang melintas ketika pertanyaan itu lagi lagi memenuhi ruang pikiranku. Saat ini bukan lagi dilatar belakangi hobi maka aku memilih cita-cita. Tapi lebih kepada kebaikan-kebaikan serta keburukannya, kemudian skill ku. Aku pernah beberapa kali membaca buku yang isinya menganjurkan untuk membagi semua rasa ke setiap makhluk. Aku ingin sekali menjadi penebar kebaikan, tapi apa mediaku?
Aku juga pernah ingin menjadi penyambung lidah untuk orang-orang yang tertindas, tapi skill ku?
Aku tetap belajar untuk itu.
Pernah suatu ketika aku menangis, menangis yang berlebihan. Mungkin amat sangat berlebihan dan pertama kalinya aku lakukan didepan orang lain. Ada rasa yang mendorongku untuk mencurahkannya saat itu juga. Bukan karena kebencianku pada orang yang membuatku menangis, tapi kebencianku pada diriku sendiri yang tidak mampu berbuat apapun. Bahkan untuk membela diriku sendiri. Menyedihkan.
Bagaimana aku bisa membawa kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk diriku sendiri saja aku masih merabah. Tidakkah orang lain lebih iba melihatku?
Sebuah pledoi yang luar biasa memalukan.
Bukan karena takut dikatakan tidak konsisten karena merubah cita-citaku, menurutku hal itu lazim saja dilakukan. Tapi, aku tetap pada cita-cita masa kecilku. Menjadi seorang penulis.
Dengan menulis aku mampu mengabarkan kehidupanku kepada orang-orang setelahku nanti. Mungkin anakku, cucuku, cicitku atau bahkan keturunanku yang ke-7?
Aku mampu mengabarkan kepadanya, bahwa aku ada. Dan mereka bisa mengenalku lewat itu, tulisanku. Tentu saja beriringan dengan terus belajar “menulis”.
Prihal berbagi kebaikan, aku juga mampu melakukannya melalui tulisan. Bukankah banyak pengetahuan yang lahir dari bacaan, sekalipun bacaan tidak penting layaknya tulisan ini?
Hahaha, terlalu banyak tanda tanya dalam tulisan ini. Pada intinya, jika ada yang bertanya padaku tentang cita-cita, maka penulis lah cita-citaku.
Cita-cita….. bukan profesi :)

Selasa, 11 Oktober 2011

PLESIR

Pengalaman yang luar biasa, gak terlupakan dan ninggalin sesuatu yang sama luar biasanya disini.
Seminggu yang membuat gue pengin kembali lagi, Solo... Jogja.




Semuanya ngasih sesuatu yang membuat asa, kekaguman dan pelajaran tentunya °/(´▽`)/°
Meskipun kesana bukan buat liburan tapi itu sangat menyenangkan.
Emang sih, ini bukan kali pertama gue kesana.
Orang-orang disana bikin kangen karena semuanya baik-baik banget.
Disana gue belajar menghargai, tolong-menolong, ramah-tamah dan banyak lagi.

Banyak banget kemudahan yang dikasih Allah saat gue dan team disana.
Mulai dari tuan rumah yang amat sangat baik sampai warga sana yang kurang lebihnya membantu tugas yang harus diselesaikan disana. Thanks Full everybody.
Semoga waktu mempertemukan kita lagi (´▽`)

Dan sorotan mata indah itu buat gue makin kangen, kembali........

Sabtu, 17 September 2011

aku, kamu, KITA


Suatu hari nanti, kamu akan tau bagaimana rasanya berada di posisi ini...
Suatu saat nanti, kamu juga akan merasakan bagaimana rasanya seperti ini...
Jika saatnya telah tiba, ceritakan padaku bagaimana rasanya?
Kita akan bertemu lagi nanti :)
Aku juga akan menagih janji yang mungkin kamu telah lupakan.
Tapi sayangnya KAMU disini bukan untuk satu orang saja, yang kemungkinan aku juga akan lupa siapa yang dimaksud dalam tulisan ini. hahahaha
LUPAKAN SAJA!

Jumat, 09 September 2011

GAMANG berteman GALAU

Sebenarnya saya paling benci berada dikeadaan ini, tidak berawal namun sulit tuk mengakhiri.

Tidak pernah ada niatan saya untuk berada di tengah tengah keadaan yang sangat runyam dan memposisikan saya pada tempat yang sebenarnya tidak saya mengerti sama sekali. Lalu, saya harus bagaimana?

Saat ini, saya terlihat seperti pemeran antagonis yang menyudutkan sesama gendernya. Padahal saya tidak pernah berbuat apapun yang membuat saya mengintimidasi sesama gender. Berbicara tentang salah dan benar, saya merasa benar ketika saya memposisikan sebagai teman dan mendengarkan setiap cerita serta memberi sedikit masukan. Namun, ini terlihat salah ketika persoalan mulai menguak dan berada pada level yang lebih complicated lagi. Saya tetap menyalahkan perbuatan yang saya anggap salah. Tapi lagi lagi saya tetap terkena imbasnya, saya pun mengerti dan coba menerima itu.

Mungkin benar saya salah, dengan menjawab seadanya yang saya tahu ketika ditanyakan hal yang sedikit saya tahu, atau saya harus pura pura bodoh ketika dihadapkan pada hal yang saya sedikit tahu?
Yang pasti saya merasa tidak pernah menyudutkan seseorang dan membuatnya berada pada keadaan terpuruk. Saya selalu mengingatkan seseorang untuk memikirkan kembali setiap tindakannya yang saya anggap terlalu egois. Saya juga selalu memposisikan diri sebagai sesama gender yang pasti merasakan hal yang sama ketika diperlakuakan seperti itu. Entah mengasihani diri sendiri atau orang lain, yang pasti saya merasakan feel yang sama ketika saya menjadi pendengar yang baik.

Lewat ini, saya meminta maaf atas kesalahan yang kalian anggap salah. Kalian saudara saya, jadi tak ada sedikit pun niat saya untuk membeda-bedakan. Semuanya sama, benar jika benar dan sebaliknya.

Kamis, 08 September 2011

Fiktif

Pernah membohongi diri?
Saya rasa banyak orang yang melakukan hal bodoh itu.
Entah apa pertimbangannya sehingga banyak orang yang melakukannya.
Ada seorang teman saya yang melakukan kebodohan yang tidak pernah saya duga sebelumnya.
Sebut saja namanya Wira.

Saya tahu persis, Wira sudah lama suka sama sahabatnya, Anti namanya.
Saya tahu perasaan Wira karena Wira pernah mengungkapkan sendiri alasannya menyukai sahabatnya itu.
Suatu ketika, ada candaan Wira yang membuat Anti tertarik untuk menjalani ide bodoh tersebut.
"Eh...Kita buat gencar satu sekolah yuk Ti?"
"Gimana caranya?"
"Hahahaha, gampang kali. Kita pasang aja status in relationship di jejaring sosial," Ujar Wira menggebu.
"Ah males ah, nanti fans fans gue pada kecewa lagi," tolak Anti sambil bercanda.
"Yeeeh, ini malah bakal nguntungin lu kali. Lu bakal bisa ngeyakinin mantan lu kalo lu tuh udah ga ada rasa lagi sma dia," Wira meyakinkan.
Akhirnya Anti pun setuju dengan rencana gila itu.

Prediksi Wira memang benar, semua temannya geger dengan status berpacaran meraka. Tapi tidak dengan mantan Anti, dia memang sedikit kaget. Namun, dia tidak mudah percaya dengan status tersebut. dan kalaupun memang mereka benar-benar jadian, gak masalah pikirnya. Toh mereka sudah saling mengenal lama, dan tak ada alasan lagi untuk Deni (mantan Anti) untuk melarangnya.

Semua kebohongan ini terus berjalan, lambat laun Deni sudah mengikhlaskan Anti untuk Wira. Tapi bukan hanya orang orang itu yang dibohongi oleh Wira dan Anti, hati Wira, perasaan Wira juga dibohongi. Sebenarnya Wira tahu persis, bahwa undangan berpacarannya memang benar-benar datang dari hati.
Hanya saja Anti kurang peka untuk mengetahui kebenaran itu. Sekarang tinggal Wira saja yang terpontang panting untuk mengingatkan asanya bahwa semua ini hanya cerita rekayasa yang dibuatnya.

Entah dengan apa dia meyakinkan dirinya sendiri, kebohongannya bukan hanya menyakiti orang lain tapi juga menyakiti diri sendiri. Belum lagi bagaimana tanggapan orang banyak yang sudah berharap banyak dengan status mereka jika mereka mengetahui bahwa ini hanya bualan iseng yang menyakitkan. Hanya ada 2 pilihan untuk Wira dan Anti, terlebih Wira. Membenarkan hubungannya dengan Wira jujur atas semua rasa yang dirasakan untuk Anti, atau berjiwa besar dengan jujur pada semua orang termasuk Deni, yang konsekuensinya adalah mengurangnya rasa respect terhadap mereka berdua.

Saya rasa, setiap keputusan adalah resiko :)

Senin, 29 Agustus 2011

Curah, Cerah dan Ceria

Susah sekali nyatanya, menunggu waktu membiasakan semua...
Sulit sekali ternyata, membiasakan diri dengan keadaan yang baru...
Salah sebenarnya bila dikatakan baru, ini sudah cukup lama dan cukup membuat aku bosan untuk bersikap biasa saja.
jika berjalan saja membuatku lelah, apalagi bila ku berlari.
Meskipun langit sore dengan setia menemaniku, semuanya akan sama saja.
Melelahkan!
Rasanya ingin ku buang semua penat kepada laut.
Tapi laut terlalu indah untuk menampung semua kepenatan tak berujung ini.
Ingin rasanya ku titip pada hujan.
Namun hujan terlalu jujur untuk menerima kebohongan ini.
Kebohonganku tentang semua yang terjadi, kebohonganku tentang semua rasa ini.
Tidak akan ada kesadaran untuk sedikit tau rasa ini, tidak satu pun ada yang menunjukan itu....
Takkan ada kesudahannya.

Kamis, 25 Agustus 2011

my sweety, my nephew, my hero

Nama: Muuhammad Fahsya Al-Aziz
TTL: Jakarta, 24 Desember 2008


Nama panggilannya Acha, Chacha atau Aziz juga bisa. heheehehehe
karena cucu pertama dan kebetulan cowok, acha jadi idaman di keluarga. hihihihihi ganteng banget loh acha itu.


cerita tentang kelahiran chacha ya...
chacha itu anak dari kakak gue (Santi Lolita) sama suaminya (Fahrurozi) >> iyalah sama suaminya emang sama siapa lagi >o< hehehehehe
ini dia keluarga bahagianya



pokoknya acha itu LUCU banget deh, dan kita semua sayang chacha ku sayang.
senakal apapun itu :)
ini chacha waktu bayi:


ini chacha waktu baru mau jalan:


ini chacha waktu ulang tahun pertama, emang sengaja ga dirayain karna chacha belum ngerti.


nah kalo yang ini chacha udah bisa jalan. kira-kira umur 2 tahunan.


chacha lahir dengan cara dicaesar, karena kelibet ari-ari. hhm kalo bahasa dokternya gue gatau deh. trus air ketubannya udah kering, karena chacha kelamaan didalem perut, hehehehe
bayangin aja 10 bulan.
itu pun mau keluar dengan sogokan pizza hut, hahahha
>> chacha chacha kamu takut ya lihat dunia ini <<

sekarang umur chacha udah mau tiga tahun.
udah pinter, dan makin banyak aja tingkah lucunya.
pokoknya chacha itu THE BEST deh :*

Senin, 22 Agustus 2011

Salah itu Benar


Dengan perasaan yang agak berantakan saya memaksakan diri untuk membaca satu buku yang berjudul “Yang Galau Yang Meracau”. Buku yang cukup representative untuk menambah pemahaman tentang hidup ini. Mulai bersemangat untuk melahap lembar perlembarnya. Namun, seketika semuanya terhenti secara spontan. Harus menulis, ini harus saya tulis.


Saya terhenti pada lembar ke-45, kalimat yang membuat saya menyalakan laptop, modem dan menulis. "Kau harus pernah berbuat salah salah untuk menemukan hal-hal baik. kita tidak bisa membedakan mana yang baik dari yang buruk tanpa mengetahui keduanya. itulah sebabnya Tuhan mempersilakan kita bersalah, agar selanjutnya kita terus berjalan dengan kebaikan-kebaikan..."

Luar biasa, pikiran saya langsung menerawang dan menayangkan kejadian-kejadian yang pernah terjadi dan saya lewati. Sebelumnya pun ada kalimat yang membuat saya semakin semangat untuk moving on, “Hidup begitu melelahkan jika kau hanya mengisinya dengan rutuk dan kebencian, pada dirimu sendiri atau orang lain. Segeralah bergerak sebelum semuanya terlambat! Soal risiko, tak ada satupun di dunia ini yang tak memiliki risiko, besar atau kecil, yang harus kita lakukan adalah menabung keberanian dan mengumpulkan kekuatan untuk menyelesaikan risiko-risiko.” Dan dalam waktu menuliskan kembali kalimat tersebut saja, saya memutar otak untuk bisa menyampaikan maksud tersirat saya, yang bersembunyi dibalik kalimat-kalimat indah tersebut pada seseorang. Semoga dia mengerti.

Betapa dangkal pemikiran saya sebelumnya sampai akhirnya saya sadar akan kekeliruan. Tapi, memang harus keliru dahulu kan baru semuanya saya pahami seutuhnya. Hhmm… salah untuk tahu kebenaran. Tapi apa dalam proses menuju kebenaran-kebenaran tersebut semuanya berjalan alami? Dengan bantuan Tuhan?

Yang saya tahu, dan mungkin semuanya tahu hanyalah Tuhan pemilik kesempurnaan. Lalu, bagaimana jika saya juga mau sempurna? Saya mau juga sempurna! Dalam pemikiran dangkal saya sebelumnya, saya hanya berfikir bahwa Tuhan hanya bisa melakukan kebaikan-kebaikan saja tidak dengan keburukan. Namun, lambat laun saya mengerti bahwa tuhan juga mempunyai sifat-sifat buruk meskipun tak ada yang melampaui semua nilai maupun sifat-Nya.

Tuhan memiliki sifat pemurah, pemaaf dsb yang baik. Tapi jangan lupa, Tuhan juga mempunyai sifat pemarah dan pencemburu. Dia akan membalas keburukan dengan keburukan. Tapi itulah yang membuatnya sempurna. SEMPURNA! Karena kesempunaan adalah kolaborasi antara hal yang berlawanan.

Terima kasih untuk buku ini, membuat saya sadar bahwa yang berbeda bukan untuk dihindari, melainkan untuk menjadi teman menuju kesempurnaan :)

Minggu, 21 Agustus 2011

SKIP!

MENGERTI?
MEMAHAMI?
LEBIH?

Bukankah tak ada yang salah dengan rasa?
Jadi jangan salahkan saya jika rasa ini membeludak dan membuat saya muak!
Muak, karena saya tidak tau harus berbuat apa.
TIDAK TAHU!

Jika bisa ku alihkan semua rasa ini, ingin rasanya.
TAKUT!
Entah takut apa.
Saya akan jadi orang yang arogan jika saya terus sembunyikan semua rasa ini.
Rasa marah, benci, kesal, sayang.
ahhhhhhhhhhh saya lelah untuk selalu terlihat biasa saja.
LELAH!

Selasa, 16 Agustus 2011

feature pertama saya (˘♥˘)

tulisan ini, berubrik profil. 
kali ini profilnya mas wahai (Wahyu), ini udah hasil editan dari ka ayu dan ka novi.
jadi thanks to-nya buat ORIENTASI :D

okeh silahkan dibaca tulisannya.


Sepenggal kisah sang pengobrol handal 
Karena mengobrol adalah awal dari setiap rasa


Adzan isya terdengar syahdu. Bersahutan satu sama lain, memberi isyarat bahwa shalat tarawih akan segera dilaksanakan. Namun, orang yang ditunggu-tunggu belum juga hadir. Tiba-tiba terdengar langkah berat yang menaiki anak tangga lantai tiga Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa), Universitas Mercu Buana (UMB). “Itu kayaknya Wahyu,” ujar seorang teman menebak langkah yang semakin mendekat. Benar saja, itu Muhammad Wahyu Ariyanto, koordinator presidium Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ) ’09. “biasa, habis pemotretan nih,” candanya dengan senyum yang khas tanpa menunggu untuk ditanya. Seperti ritual yang tidak pernah lepas, diambilnya koran dan sebatang rokok yang siap menemaninya menembus malam. Tas besar berwarna hitam yang dibawanya telah diletakkan sebelumnya dalam ruangan yang tidak terlalu besar. 

Bersama asap rokok yang menari di udara, Wahyu biasa ia disapa, menerobos waktu untuk mengingat pertama kali ia mengenal FPMJ. Semua bermula dari ajakan senior di Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) ORIENTASI yang diikutinya. “Awalnya gue diajak Mail (senior ORIENTASI) ke FPMJ, disana gue ketemu sama senior-senior dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM),” kenangnya dengan pandangan hilir mudik menatap langit malam. Kurangnya analisis wacana yang dimiliki, diakuinya sebagai latar belakang berkecimpung di FPMJ. “FPMJ adalah wadah yang dapat menyuplai wacana kritis di kalangan pers mahasiswa (Persma),” ucapnya dengan sorot mata tajam mengalahkan pantulan bulan yang malu-malu untuk pentas. 

Diiringi lagu ‘When You Love Someone’ pria yang beberapa hari lagi menginjak usia 22 tahun ini juga menceritakan tentang serentetan agenda yang dilaluinya saat berkumpul dengan LPM-LPM yang tergabung dalam FPMJ. Dengan dalih ingin membangkitkan FPMJ sesuai kebutuhan setiap LPM, muncullah ide untuk membuat kongres dengan tema utama ‘Semangat Tanpa Batas’. Sesuai dengan tema yang diusung, semangat itupun yang tersirat saat pria yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren ini bercerita tentang perjuangannya. Mulai dari membantu melahirkan LPM baru sampai memperjuangkan LPM yang akan digugurkan oleh pihak kampus. Bak seorang dokter yang sigap menangani pasien yang membutuhkan pertolongannya. 

Menelusuk lebih dalam lagi, Wahyu mengisahkan tentang alasan dipilihnya sebagai koordinator presidium FPMJ. “Kecelakaan sejarah!” celetuk seorang teman yang ikut duduk santai menikmati angin malam saat itu. Kesunyian pun pecah dengan gelak tawa yang seolah memberikan jeda untuk mengakhiri hisapan terakhirnya. Silaturahmi yang baik, kedekatan, serta kepercayaan rekan-rekannya di FPMJ diakuinya sebagai latar belakang pria yang senang bersosialisasi ini terpilih. “Gue suka banget ngobrol, jadi hampir semua anggota LPM kenal gue. Sekret mana sih yang belum pernah gue tidurin,” ungkapnya sambil menahan tawa. Pria dengan perawakan kecil dan berkaca mata ini berpendapat bahwa mengobrol adalah awal dari setiap rasa. 

Karena disajikan dengan obrolan yang berbeda itulah yang menjadi alasannya berada di UKPM ORIENTASI. “Disana (ORIENTASI), gue ngobrol sambil belajar,” kenangnya. Memantapkan karakter, dialektika, wacana, serta mengasah penyadaran diri jugalah yang membuatnya bertahan di organisasi yang telah dianggap bagian dari keluarganya. 

Sebagai Divisi Hubungan Luar (Hublu) di UKPM ORIENTASI saat itu, tentunya tamat bagi wahyu untuk menjamah setiap tempat yang dapat membawa sesuatu yang bersifat positif untuk organisasinya. Oleh karena itu Wahyu sering menghadiri pameran-pameran yang dilaksanakan di berbagai sudut Jakarta. Sampai suatu hari tercipta pengalaman tak terlupakan sampai detik ini. “Gue datang ke pameran saat pamerannya belum dibuka, dan dengan santainya gue udah makan duluan,” ucapnya dengan tawa yang tak bisa terhindarkan lagi. “Gue baru tahu kalau pamerannya belum dibuka setelah ada panitia yang negur gue dengan ironi,” lirih suaranya menerawang ke hari itu. Petualangannya menaklukan pameran-pameran tak berakhir meskipun ia harus menanggalkan jabatannya sebagai Hublu dan beralih menjadi Litbang, Pemimpin Umum atau Pemimpin Redaksi sekalipun. 

Boneka kain yang berada tepat di atas kepala menari-nari mengikuti arah angin berlarian, seolah menemani Wahyu mengenang masa keemasannya, menuturkan berbagai pengalaman yang menjadikannya seperti saat ini. “Semua terbayar dengan karakter gue saat ini,” tutur pria yang juga aktif dalam kelompok study pasar modal, pojok bursa UMB ini. 

Mungkin Wahyu masih harus bertarung dengan waktu. Mulai dari bekerja sebagai karyawan di restoran cepat saji sampai turut membantu orang tuanya menjaga warung kopi telah dilakoni demi menyambung pendidikan yang telah dijalaninya. “Gue enggak mau ngambil beasiswa yang menyertakan surat miskin, karena gue masih mampu,” paparnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, “miskin itu menurut gue, ada buat hari ini aja. Besok enggak tahu, dan gue enggak masuk golongan itu”. Wahyu juga menceritakan tentang kebiasaannya membawa kecap kemanapun ia pergi. Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi jika tidak ada lagi teman makan untuk disantap. “Berat hidup gue boy,” tambahnya sambil sibuk mencari sesuatu. Gerakan tak beraturan itu pun terhenti ketika Sesuatu yang dicarinya telah ditemukan, korek gas ternyata. 

Sejenak letupan api menyambar ujung rokok kedua, dan Ia pun kembali bercerita. Menjadi seorang wartawan merupakan suatu hal yang tak pernah terpikirkan olehnya. Karena menurutnya, dengan latar belakang keluarga yang cukup sederhana ini tak mendukungnya untuk menjadi Pejuang Pena. Selain itu, ketakutannya akan realita yang terjadi di dunia kerja wartawan saat ini makin mengurungkan niatnya untuk menjalani profesi tersebut. “Gue lebih baik nambal ban, daripada harus jadi wartawan yang ngejual idealisme gue,” paparnya berapi-api. “Tapi, kalo nanti gue jadi wartawan itu bonus buat gue,” tambahnya dengan pandangan penuh ke layar telepon genggam yang sedari tadi rewel bagai bayi kehausan. 

Disaksikan bangku panjang yang sedikit usang Wahyu bercerita tentang usaha yang belum lama ia geluti. Kerajaan Alarm, begitu ia menyebut usaha yang saat ini dijalani bersama ayahandanya. Kerajaan alarm adalah aplikasi alarm yang dapat dipasang di kendaraan bermotor sebagai kesiagaan dari tangan panjang yang usil. Terobosan ini tercipta dari hasil eksperimen Sang Ayah yang mahir bermain dengan lilitan kabel mobil. “Jadi itu hasil dari iseng-isengnya gue sama bokap,” jelasnya tersenyum. “Tapi belum ditekunin lagi nih, kemarin kejeda sama skripsi gue,” sambungnya lemas. 

Kini, gelar sarjana ekonomi dengan nilai A telah digenggamnya. Wahyu menganggap bahwa FPMJ adalah narasi besar, dan narasi besar itulah yang semakin dihindari oleh mahasiswa saat ini. “Mereka sudah terlalu lelah membayangkan sesuatu yang besar, sehingga terhenti pada narasi-narasi kecil saja,” ucapnya serius. Hari-hari ke depannya tentu akan ia jalani lebih berwarna lagi dari hari ini, “Semoga FPMJ tetap menjadi wadah untuk menggali intelektualitas dan wacana Persma, tanpa menegasikan kontribusi Persma tersebut terhadap FPMJ,” pekikan harapan itulah yang mengakhiri perbincangan malam itu. (Sinta Novizah)

Senin, 01 Agustus 2011

miss miss missiiiiiiii

Pagi ini, burung-burung begitu merdu mendendangkan alunan lagu khasnya....
Pagi ini, matahari pagi begitu tenang memancarkan rona wajahnya.....
Pagi ini, begitu indah untuk mengenang semua yang telah lalu.....
Pagi ini begitu bersahaja.

Hari ini hari pertama ramadhan diusia ke-19 ku.
ada yang terlewat atau entah ada yang sengaja meloncat atau apalah yang aku sendiri tak mau tahu dan memusingkannya...

memang ada yang sengaja tak ku ingat bahkan melewatkannya begitu saja dengan rasa yang biasa saja.
ya biasa saja, berbeda dengan bulan kemarin atau tahun kemarin.
biarkan hal tersebut berlalu tanpa mau aku ubah lagi keadaannya.
buat apa, kalau hanya memperburuk keadaanku. rasaku....

hujan mungkin akan selalu menenangkan jiwa.
langit sore mungkin akan selalu menghangatkan kalbu.

dan melalui ini aku katakan, bahwa kamu tidak pernah benar-benar lenyap.
namun, tak akan ada lagi dihariku...
hari ini dan semoga selamanya.

aku tak mau menebak-nebak semua hal tentang kamu, semua terserah kamu.
aku tidak acuh, meski terkadang cemas.
kebebasan itu milikmu seutuhnya, bahkan dari ikatan itu masih ada,
aku tidak mengerti mungkin kamu tak sadar itu atau memang membutakan semuanya.

aku, bahagia, kamu bahagia dan biarkan kita bahagia dengan cara berbeda.
semoga tak pernah pudar aku untukmu, jangan sengaja dipudarkan.
ini indah meski tak terprediksi.

Selasa, 26 Juli 2011

Hari ini

Entah apa yang terjadi hari ini, tak bisa aku berkata-kata.
Hanya tangisan itu yang mendefinisikan semua rasa.
Jangan tanya rasa apa?
karena akupun tak mampu untuk menderetkannya dalam sebuah barisan.
Bukan lagi bualan yang membuat semuanya terlihat memuakkan.
Bagaimana aku bisa sebodoh ini, apa aku tidak pernah bercermin?
Jangankan orang lain yang bertanya padaku, aku saja bingung!

Aku bagai air yang mengalir tanpa tahu keberadaan hulu.
Aku terombang ambing oleh arus, tapi tak mampu berontak.
bukan tidak mau berontak, tapi tidak bisa!
aku tak banyak memiliki kekuatan untuk berontak.
Bagaimana bisa memberontak kalau jenis pemberontakan itu saja aku tidak pahami sepenuhnya.

kadang ingin aku mau jadi hujan yang teduh namun teguh.
dengan kilatnya, dengan aroma khasnya.
Aku mau.......
lagi lagi itu terpatahkan dengan kebodohanku.
hei orang yang pernah ada.
kamu benar, kali ini kamu benar. aku memang bodoh!

mungkin aku angin,angin yang mengacaukan sekelilingku.
angin tak berarti.
Dan aku tak suka itu!

Rabu, 20 Juli 2011

Kicauan tak berarti

Bersikap adil bukanlah hal yang mudah.
menimbang-nimbang perlakuan orang lain terhadap yang lain.
betapa nyatanya perbedaan itu, amat pekat sampai dapat membuat yang berbeda itu jatuh dalam kepenatan tak terprediksi.

Manusia terlahir didunia ini secara alami, langsung dari pencipta tanpa bisa tawar menawar.
namun, hal ini yang akhirnya membuat manusia-manusia itu memberi penilaian subyektif yang kemudian menghadirkan kebencian itu.

Bagaimana tidak, kamu akan dapat perhatian lebih karena kamu cantik,
kamu akan didahulukan karena kamu ganteng,
kamu akan selalu dihargai karena kamu indah.

Hei... penilaian macam apa itu?
Bukankah itu sama saja mengingkari penciptaan tuhan?

Sudah, sudah, cukup!
Aku cukup muak melihat ketidak berimbangan itu.
sulit memang menyadarkan pemikiran bodoh itu.
biarkan kini aku dipragmatiskan dengan keadaan itu.
aku sudah lelah memberontak.
semakin berontak, semakin sesak.

Entah sekarang aku menunggu apa.
Mungkin mati!

Sabtu, 16 Juli 2011

bersenandung kelu

nananananananana...
Nyanyian apa itu, buat hatiku makin penat.
menari dalam gelap yang tak tentu arah.
Pernah berteriak untuk segera hentikan dendang menyebalkan itu, tapi sia-sia.
Jawabannya hanya ucapan remeh yang tepat menghantam kalbu.
ingin marah, namun lagi lagi kelu.
Aku ini siapa, hingga berani marah?
Bahkan angin saja yang hilir mudik tanpa henti tetap bersenandung penuh ceria.
Lalu lihat air itu!
Pernah dia berontak untuk hentikan laju alirannya?
Dia tetap senang meski tak harus tahu kemana akan bermuara.
Aku ini apa?
Hilang sudah semua jati diri!
Amnesia tanpa batas waktu.
Beri kesempatan untuk memulihkan semuanya.

Kamis, 14 Juli 2011

peralihan jadi tukang bangunan

Hampir sebulan gue jadi 'tukang bangunan' , wah kocak deh pokoknya.
buat gue jadi cengcengan iis pipit sama febi di twitter.
tapi ini juga buat hari hari di kuliah gue menyenangkan.
tugas ini slalu bisa dijadiin alibi. hahahahahha
ini proses pembuatannya:
nirmana dowel


bukan cuma nirmana dowel aja yang ngerjainnya pake keringet (meskipun dowel yang paling plus plus), tapi ada juga nirmana benang.


masih ada satu lagi nih tugas yang lama bgt pembuatannya, sebenernya sih bukan eksekusinya tapi lebih ke pembuatan konsepnya.
POSTER, nih prosesnya


tapi dengan kesabaran akhirnya semua selesai tepat waktunya dan menyisakan dompet yang kosong (BOKEK).
ini hasilnya:

nirmana dowel



nirmana benang


poster


gimana pun jadinya gue tetep senang :D :D :D

oh iya, ini satu lagi karya gue pas UAS.
rasanya malu banget, kayanya anak TK bisa lebih bagus buatnya dibanding gue -_______-


Yang pasti kedepannya gue harus lebi9h baik lagi :D
SEMANGAT SEMANGAT !!!!!!!!!!!!!!!